Teori belajar VAK

EFEKTIVITAS PENERAPAN TEORI BELAJAR VISUAL AUDITORI KINESTETIK (VAK) DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA ASING
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Tugas Mata Kuliah
Teori Pembelajaran

Dosen Pengampu:
Steaven Octavianus, S.Pd
Disusun Oleh:
Jiman


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SANGKAKALA
GETASAN-KABUPATEN SEMARANG
2013

Daftar isi















1.    Pendahuluan.

             Dr. Vernon Magnesen dalam DePorter (Purnasari, 2008), mengemukakan bahwa “Kita belajar: 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 79% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan”. Gaya belajar-VAK menggunakan tiga indera utama penerima: Visual, Auditory, dan Kinestetik (gerakan) untuk menentukan gaya belajar yang dominan. VAK (Visual-Auditory-Kinestetik) berasal dari dunia belajar cepat dan populer karena kesederhanaannya.
            Dalam buku Quantum Learning juga dipaparkan  tiga modalitas belajar seseorang yaitu: “modalitas visual, auditori, atau kinestetik (V-A-K). Seseorang akan mempunyai satu atau dua gaya VAK yang dominan, hal inilah yang dapat dikembangkan sebagai cara belajar yang efektif bagi seseorang dalam mempelajari informasi baru. Menurut ahli teori VAK, para pendidik perlu menyediakan informasi dengan menggunakan ketiga gaya (visual, auditori dan kinestetik). Hal ini memungkinkan semua pelajar mempunyai kesempatan untuk terlibatdalam kegiatan pembelajaran tanpa melihat bagaimana gaya belajar siswa.
Hal-hal yang dikemukakan para ahli tersebut yang melatar belakangi lahirnya teori belajar visual, auditori, kinestetik (VAK).
            Teori belajar visual, auditori, kinestetik (VAK)nmuncul karena adanya perbedaan gaya belajar atau menangkap informasi dari orang lain. Penerapan teori belajar visual, auditori, kinestetik (VAK) mengakomodir seluruh siswa dalam proses kegiatan belajar-mengajar meskipun setiapa siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.
            Alasan penulis memilih teori visual, auditori, kinestetik (VAK) dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: Pertama, penulis melihat belajar bahasa asing tidak mudah karena bahasa asing merupakan bahasa orang lain. Kedua, untuk memahami bahasa asing diperlukan usaha keras dan kekreatifan. Teori beajar visual, auditori dan kinestetik (VAK) mengakomodir gaya belajar siswa yang berbeda-beda.





2.    Rumusan masalah
            Bahasa merupakan suatu sarana untuk dapat berkomunikasi dengan sesama. Setiap suku dan bangsa memiliki bahasa yang berbeda-beda. Perbedaan bahasa merupakan suatu hamabatan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Maka dari itu orang yang mauberkomunikasi dengan orang lain harus tahu bahasa lawan bicaranya. Untuk itu banyak orang yang belajar bahasa asing  supaya dapat berkomunikasi dengan orang yang berbeda suku dan bangsa.
            Terlebih dalam era globalisasi seperti sekarang ini menuntut agar setiap orang bisa menggunakan bahasa asing terutama bahasa internasional (bahasa Inggris). Mengapa demikian karena diera globalisasi ini segala seuatu berlaku secara mendunia seperti pergaulan, pendidikan, perindustrian, perekonomian, politik dan lain sebagainya. Tentu konskwensi bagi orang-orang yang tidak menguasai bahasa asing (bahasa Inggris) akan kehilangan banyak kesempatan dalam berbagai bidang.
            Suatu permasalahan yang dihadapi banyak orang adalah bagaimana bisa menguasai bahasa asing  dengan baik. Karena bahasa asing bukan bahasa ibu. Berbagai hal harus dilakukan agar dapat menguasai bahasa asing dengan baik diantaranya adalah sekolah bahasa, mengikuti kursus, maupun belajar mandiri. Meskipun demikian belum semua orang dapat menguasai bahasa asing dengan baik.
            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membuktikan  efektifitas dan relevansi teori belajar visual auditori kinestetik (VAK) dalam proses pembelajaran bahasa asing.
3.    Kajian Pustaka.
                        Menurut Kolb (1984), pelajar lebih suka belajar menurut gaya pembelajaran mereka sendiri. Gaya pembelajaran adalah faktor kognitif, afektif dan fisiologi yang menjadi indikator yang stabil tentang bagaimana individu melihat, berinteraksi dan bertindak balas terhadap persekitaran pembelajaran.Teori belajar Visual, auditory, dan kinestetik (VAK) membahas mengenai gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.
            Manusia visual menerima dan memproses informasi dengan cara melihat dan menciptakan gambaran mentalnya. Secara khas, orang visual akan menggunakan kata-kata seperti ‘tunjukkan kepada saya’,’kelihatannya’, atau ‘perhatikan ini’. jika merasa bingung, mungkin ia berkata ‘saya hanya tak bisa melihatnya’. (Amir Tengku Ramly, 2008: 41).
            Manusia auditory menerima dan memproses informasi dengan mendengarkan kata-kata atau suara-suara. Orang auditory cenderung menggunakan kata-kata seperti ‘ceritakan pada saya’, ‘kedengarannya seperti…’, ‘saya ingin mendengarkan lagi’’. Jika sedang bingung, biasanya cepat berkata ‘kedengarannya tidak betul’, dan ‘saya tidak bisa mendengar anda’. (Amir Tengku Ramly, 2008: 41).
                        Manusia kinestetik menerima dan memproses informasi melalui perasaan dan sensasi. Biasanya cepat berkata ‘rasanya seperti…’, ‘bagi saya rasanya enak’, ‘saya merasa anda ingin supaya saya…’. Jika bingung, mungkin akan berkata ‘ada yang terasa tidak benar’, ‘saya tidak bisa merasakannya’. (Amir Tengku Ramly, 2008: 41).
            Ketika seorang guru sedang merasa kesulitan mengajar dan para siswa merasa malas-malasan bisa jadi karena actor perbedaan gaya belajar antara guru dan murid. Saat menggunakan teknik bercerita dan diskusi, anak yang memiliki cara dan gaya belajar auditory, maka ia dengan mudah menangkap materi yang diajarkan, sementara anak yang cara dan gaya belajarnya visual tampak acuh dan anak yang cara dan gaya belajarnya kinestetik menguap karena bosan. Saat menggunakan alat peraga gambar, ganti anak auditory yang kurang semangat sementara anak visual dengan antusias mengikuti, sedang anak kinestetik tampak biasa-biasa saja. Namun, saat guru mengajak mereka mengerjakan prakarya, anak kinestetik begitu bersemangat, sementara auditory dan visual malas-malasan menyimak materi yang disampaikan oleh gurunya.
            Dalam proses pembelajaran menggunakan model VAK siswa terlihat gembira dan bersemangat. Hal ini senada dengan hasil jawaban angket yang terdiri atas jawaban ya dan tidak. Siswa banyak menjawab ya pada pernyataan mengenai pelaksanaan model pembelajaran VAK. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa banyak siswa yang senang dan tertarik,hal itu dapat dibuktikan oleh banyaknya siswa yang meberikan jawaban ya pada pernyataan yang diberikan.  Pernyataan-pernyataan yang diberikan merupakan pernyataan yang sepenuhnya mendukung pelaksanaan pembelajaran menulis karangan deskriptif dengan menggunakan model VAK (Alfa Mitri Suhara, 2013: 25).



4.    Pembahasan
            Teori pembelajaran visual auditori kinestetik (VAK) adalah model pembelajaran yang mengoptimalkan ketiga modalitas belajar tersebut untuk menjadikan pelajar merasa nyaman. Teori pembelajaran visual auditori kinestetik (VAK) ini merupakan anak dari model pembelajaran Quantum yang berprinsip untuk menjadikan situasi belajar menjadi lebih nyaman dan menjanjikan kesuksesan bagi pembelajarnya di masa depan. 
            Pada pembelajaran visual auditori kinestetik (VAK), pembelajaran difokuskan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung (direct experience) dan menyenangkan. Pengalaman belajar secara langsung dengan cara belajar dengan mengingat (Visual), belajar dengan mendengar (Auditory), dan belajar dengan gerak dan emosi (Kinestethic) (DePorter dkk. 1999). Dan menurut Herdian, model pembelajaran visual auditori kinestetik (VAK) merupakan suatu model pembelajaran yang menganggap pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut (Visual, Auditory, Kinestethic), dan dapat diartikan bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan memanfaatkan potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar langsung dengan bebas menggunakan modalitas yang dimilikinya untuk mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif. 
a.    VISUAL (Visual Learners).
Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Adapun karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
1)    Kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya.
2)     Memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna.
3)    Memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik.
4)    Memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung 
5)    Terlalu reaktif terhadap suara. 
6)    Sulitmengikuti anjuran secara lisan.
7)    Seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
b.    AUDITORI (Auditory Learners).
            Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingat materi pelajaran. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, pelajar harus mendengar, baru kemudian pelajar bisa mengingat dan memahami informasi itu. Adapun karakteristik gaya belajar auditori adalah sebagai serikut:
1)    Orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran.
2)    Memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung.
3)    Memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
c.    KINESTETIK (Kinesthetic Learners.
Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Adapun karakteristik gaya belajar kinestetik adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya  ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
                                    Demikian pemaparan singkat mengenai teori belajar visual auditori             kinestetik (VAK) kiranya dapat menjadi bahan referensi menentukan cara belajar     yang baik dan sesuai untuk mengoptimalkan daya serap terhadap materi            pelajaran yang disamapaikan dengan baik.
                        Pelajaran bahasa asing di sekolah maupun di perguruan tinggi pada umumnya menjadi hal yang menakutkan bagi para siswa maupun mahasiswa. Hal ini terjadi karena trauma pada pembelajaran bahasa pada jenjang pendidikan sebelumnya. Banyak pengajar bahasa asing mengajar hanya dengan metode ceramah. Tidak hanya itu para pengajar tersebut sering kali menuntut siwa untuk hafal materi pelajaran yang disampaikan. Sebagai konskwensi terhadap hafal tidaknya siswa terhadap materi guru menerapkan sistem punishment, tanpa memperhitungkan  reward bagi siswa yang bisa mencapai tuntutan para pengajar tersebut. Akhirnya pelajaran bahasa asing menjadi pelajaran yang menakutkan dan membosankan bagi siswa.
                        Padahal sebenarnya pelajaran bahasa asing dapat diberikan dengan metode yang menyenangkan dan suasana yang nyaman bagi siswa. Misalnya dengan Visual (melihat film-film berbahasa asing disertai dengan subtitle bahasa Indonesia), auditori (mendengar berita, dialog, atau lagu-lagu favorit berbahasa asing), kinestetik (menggunakan alat-alat peraga serta mendatangkan penutur asli).
                        Untuk belajar bahasa asing diperlukan pengalaman belajar secara visual, auditori, dan kinestetik yang nyaman dan menyenangkan. Dengan menerapkan teori belajar visual auditori kinestetik (VAK) yang menekankan pada pengalaman belajar langsung dan menyenangkan ini, diharapkan dapat menarik minat para pelajar terhadap pelajaran bahasa asing dan meningkatkan prestasi siswa dalam belajar bahasa asing. Jika generasi penerus bangsa ini menguasai bangsa asing tentu bangsa Indonesia dapat mengikuti pergaulan internasional dan dapat meningkatkan kualitas dan citra bangsa ini di dalam kancah pergaulan internasional serta dapat berkontribusi terhadap perkembangan global.
5.    Kesimpulan
            Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda, maka dari itu seorang guru harus mengahargai serta mengakomodir gaya belajar siswa dengan metode mengajar yang cocok dan relevan bagi seluruh peserta didik. Artinya para tenaga pendidik tidak boleh kaku terhadap metode yang dimiliki, melainkan harus senantiasa mengupgrade kemampuan mengajarnya dengan cara belajar.
            Pelajaran bahasa asing merupakan pelajaran yang dianggap sulit bagi kebanyakan orang dan banyak pengalaman trauma yang dialami oleh para siswa. Padahal bahasa asing merupakan kunci untuk berkomunikasi dengan orang asing, terlebih di era globalisasi ini. Sebenarnya bahasa asing dapat dipelajari dengan mudah asalkan guru mengajar dengan metode yang tepat sertas suasana yang menyenangkan.
            Teori belajar visual auditori kinestetik (VAK)menekankan pengalaman belajar langsung dan suasana yang menyenangkan bagi siswa. Untuk belajar bahasa asing diperlukan pengalaman belajar langsung secara visual, auditori, maupun kinestetik dan suasana yang menyenangkan agar menarik minat para siswa terhadap bahasa asing.
Maka dari itu penulis menyimpulkan teori belajar visual auditori kinestetik (VAK) cocok dan relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa asing dengan tujuan meningkatkan efektivitas pembelajaran bahasa asing.






























Daftar pustaka
Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Alfa Mitri Suhara, 2013. Keefektivan model Vak (Visualization Auditory  Kinestetic) Dalam Pembelajaran Menulis Deskriptif (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Lawang Kidul, Sumatera Selatan) Universitas Pendidikan Indonesia. respository.upi.edu. perpustakaan.upi.edu.
Ali, Nashir. 1987. Jalan Memintas dalam Mendidik. Jakarta: Balai Pustaka.
Asri Budiningsih, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta .PT Rineka Cipta.
De Porter, Bobbi. 2000. Quantum Learning (cetakan VII). Bandung: Mizan Media Utama.
Nasution, S., 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Karya.
Ramly, Amir Tengku. 2008. Pumping Talent Memahami Diri, Memompa Bakat. Bandung: Pumping Publisher.
Ramly, Amir Tengku. 2008. Menjadi Guru Idola. Bogor: Pumping Publisher.
Sadulloh, Uyo. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Slavin, R.E., 1991. Educational Psychology. Third edition. New York : Allyn & Bacon.
Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Soemanto, Westy. 2006., Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.




Komentar