Mendidik dengan Kasih dan Disiplin Untuk Memenuhi Rancangan Tuhan Sesuai dengan Gaya Belajar Peserta Didik
“Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apa bila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu” (Ulangan 6:6-9).
Menjadi seorang pendidik adalah panggilan hidup
seseorang berkontribusi positif dalam membangun manusia seutuhnya. Menjadi
pendidik juga merupakan sebuah kehormatan dan kepercayaan yang harus dipertanggungjawabkan.
Oleh sebab itu seorang pendidik harus menjalani profesinya dengan
sungguh-sungguh. Seorang pendidik harus bisa mengajar anak-anak didiknya secara
efektif. Untuk itu seorang pendidik harus memahami bahwa menekankan
kebenaran firman Tuhan merupakan hal
yang terpenting dalam mendidik anak dan setiap anak dikaruniai cara belajar
yang berbeda. Maka dari itu seorang pendidik harus mengajar dengan hati, kasih
dan disiplin.
Memahami gaya belajar
Keberadaan seorang bayi yang masih imut dan begitu
manis di dekat kita membuat kita sukacita dan ingin mengajaknya bercanda. Saat
iu kita bisa mengamati bagaimana bayi itu menerima informasi. Bayi mulai
menangkap sesuatu yang ada di sekitarnya bisa berupa dot susu, mainan atau
benda lainnya. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia bayi itu mulai
mencium, memasukkannya ke dalam mulut. Kemudian mulai menyentuh,
menggoncang-goncang. Bayi tu menggabungkan panca inderanya dengan baik untuk
medapatkan pemahaman tentang benda-benda yang ada di sekitanya. Sepintas peristiwa terlihat lucu dan tidak
masuk akal. Nah dari situlah sebenarnya pengalaman belajar seseorang di mulai.
Gaya belajar merupakan suatu peroses yang
dilalui seseorang untuk belajar. Gaya belajar adalah unit sensoris yang
memampukan manusia untuk menerima informasi. Semua orang adalah pelajar yang
multi sensoris. Moment belajar terbaik adalah ketika orang bisa melihat
sesuatu, mendengarkan suara, menjamah suatu benda dan bagi anak kecil
mengecapnya, kadang-kadang juga menciumnya.
Menurut ahli psikologi dan pendidikan gaya
belajar ada 4, yaitu: Visual (melihat), Auditori (mendengar), Taktil
(menjamah), Kinestetik (melakukan). Bertahun-tahun sebelum memasuki sekolah
anak-anak belajar melalui indra mereka sendiri. Berikut ini ada tiga langkah
yang dapat dilakukan untuk memudahkan untuk mencapai hasil belajar yang baik:
1.
Memisahkan
apa yang harus dipelajari anak.
2.
Mengelompokkan
setiap langkah dari proses belajar.
3.
Menyempurnakan
hasil belajar.
Tiga langkah ini terjadi secara natural dan
spontan diantara anak-anak. Makanya anak-anak tampak jenius. Anak-anak kecil
belajar dengan kecepatan yang luar biasa dan tidak pernah diulang lagi.mereka
secara terus-menerus menyerap data melalui gaya belajar multi sensoris,
mengorganisir dan mengasimilasikannya.
Bagaimana guru-guru mengajar?
Para guru sering kali tidak mengajar
sebagaimana gaya belajar anak-anak. Entah karena tidak tahu caranya atau karena
mereka mengajar dengan gaya belajar mereka sendiri.mayoritas guru memiliki gaya
belajar visual dank arena itu mereka mengajar secara visual. Sehingga ruang
kelas senantiasa menjadi tempat berteduh bagi pelajar visual. Mereka adalah
anak-anak yang belajar dengan cara melihat sesuatu. Mereka pembaca yang baik
dan dengan cepat menangkap sesuatu yang mereka lihat, menyukai lembar kerja,
buku kerja dal hal-hal lain yang digunakan oleh guru.
Kurikulum sekolah dan gereja biasanya
dilengkapi dengan alat bantu visual berupa gambar atau video yang memudahkan
anak-anak suka menontonnya. Aktifitas video interaktif memudahkan anak-anak
dalam memngingat materi. Indra visual paling mudah disatukan ke dalam
pengajaran. Model ini sangat sempurna bagi pelajar visual, bagaimana dengan
anak-anak yang dikaruniai Tuhan dengan gaya belajar yang lain.
Prosentase yang lebih kecil adalah anak-anak
yang dikaruniai gaya belajar auditori. Artinya mereka perlu mendengar informasi
materi dan membicarakannya untuk hasil belajar yang maksimal. Pembicaraan
biasanya juga terjadi dalam proses pembelajaran tetapi kadang-kadang pokok
pembelajaran luput dari pembicaraan. Sehingga ketika anak pulang sekolah dan
mencoba mengerjakan tugasnya mereka kebingungan. Dari sini sangat penting bagi
seorang pendidik untuk menjelaskan pokok materi pelajaran kepada anak-anak dan
memberikan kesempatan bagi mereka untuk menyimpulkan materi yang telah
dipelajari. Pelajar auditori menyimpan 50%dari apa yang mereka dengar. Untuk
menyempurnakannya menjadi 100% mereka harus membicarakan tentak pokok materi
yang telah dipelajari.
Hampir separuh dari semua anak perlu menyentuh
sesuatu atau melakukan sesuatu untuk memahaminya. Anak-anak biasanya mengalami
proses belajar dengan gaya seperti ini ketika pra sekolah sampai dengan TK.
Para pendidik di jenjang PAUD/TK kebanyakan menggunakan media yang bisa
disentuh dan menggunakan metode melakukan gerakan dalam kegiatan belajar
mengajar. Hal ini sangat membantu anak-anak yang dikaruniai gaya belajar taktil
maupun kinestetik.
Sayang sekali metode dan media tersebut mulai
hilang ketika mereka memasuki kelas 1 SD. Mereka yang harus menyentuh atau
melakukan sesuatu tidak bisa lagi karena di jenjang pendidikan SD tidak ada
sesuatu yang dapat disentuh atau dilakukan ketika belajar kecuali pensil, buku,
penggaris, atau lembar kerja. Dari sini anak-anak mulai mengalami kesulitan
belajar. Karena kegiatan belajar mengajar tidak sesuai dengan gaya belajar
mereka.
Senatiasa mengajar dengan gaya belajar visual
tidak mengkomodir kebutuhan anak-anak yang dikaruniai gaya belajar auditori,
taktil dan kinestetik. Kita sebagai pendidik tahu kalua di kelas yang kita ajar
terdiri dari anak-anak yang memiliki gaya belajar yang berbeda. Mengenali dan
mengajar menggunakan berbagai gaya belajar dengan diserti kasih dan disiplin
membantu mengurangi frustasi dan tantangan disiplin di kelas. Ketika seorang
siswa terlibat dalam zona nyaman gaya belajarnya ia merasa betah, rileks,
terlibat aktif dan menggunakan energinya untuk belajar.
Anak-anak memiliki
minat belajar yang tinggi dari dalam dirinya. Alasan anak-anak tidak berminat
mengikuti pelajaran karena informasi yang disajikan oleh guru tidak disajikan kepada mereka dalam zona
nyaman gaya belajar mereka. Analoginya adalah ketika seseorang pergi berlibur ke luar negeri dan dia
tidak bisa bicara dan memahami bahasa yang digunakan di negara tersebut. Orang
tersebut tidak dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di negara itu.
Secara otomatis orang tersebut tidak dapat terhubung dengan lingkungan di
negara yang ia kunjungi. Orang tersebut tidak bisa menikmati apa yang ada di
negara yang dituju dan jadi sengsara di negeri orang. Demikian juga dalam
kegiatan belajar mengajar, apa bila para siswa dipaksakan untuk mengikuti gaya
belajar sang guru para siswa tidak nyaman bahkan frustasi di kelas. Hasil
belajarnya pun tidak akan maksimal. Maka dari itu mari kita sebagai seorang
pendidik kita mulai mendidik dengan berbagai media dan gaya belajar agar kita
dapat terhubung dengan peserta didik kita. Sehingga peserta didik kita semangat
dan giat belajar. Dengan demikian kita dapat menjadi fasilitator dalam
menggenapi rancangan Tuhan untuk menggali dan mengembangkan potensi peserta
didik kita. Salam edukasi……..
Komentar